BELAJAR JADI PEMIMPIN AMANAH

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ada 5 hal yang perlu mendapat perhatian seksama dalam menggayuh derajad syukur, yg sekaligus peningkatan ibadah, iman dan taqwa, maupun peningkatan kualitas berbagai macam bentuk laku dalam mendekat kepada-Nya.

Pertama, instropeksi mendalam atas amanah tanggungjawab yang diemban saat ini. Mulai dari niatan awal, proses pelaksanaan, berbagai bentuk keterkaitannya baik yg individual struktural maupun sosial, maupun segala bentuk akibat dan efek lanjutnya. Yang semula niatannya karena tuntutan kebutuhan, tuntutan profesi, duniawi, keluarga dan semacamnya, hendaknya diluruskan dengan niatan ibadah. Prosesnya pun juga demikian, perlu dikoreksi dan kajian mendalam. Terlebih dengan berbagai bentuk keterkaitan langsung tdk langsung, maupun berbagai akibat dan efek lanjutnya, yang biasanya kurang mendapat perhatian yg seksama, perlu lebih didalami keseriusannya dan kekhusyukannya. Sebab, itu semua merupakan perintah Allah, yg sekaligus mampu mengantar pelakunya menuju surga Firdaus yang Dia janjikan. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Mukminuun: 8-11 (ayat muka) : ”Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara ibadah sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Mukminuun: 8-11)

Hal kedua yg perlu mendapat perhatian seksama adalah menyadari bahwa setiap diri adalah pemimpin yang sekaligus pendidik. Mungkin saja saat ini memang belum menjadi pemimpin dan pendidik, masih menjadi anggota ataupun obyek didik. Tetapi pada dasarnya, saat ini pun, setiap diri merupakan pemimpin dan pendidik, khususnya bagi diri sendiri. Dan pada saatnya nanti, pasti akan menjadi pemimpin dan pendidik pada suatu unit tertentu. Minimal pendidik bagi keluarganya. Karena itu perlu kesadaran, pemahaman, dan penghayatan yang mendasar sedini mungkin. Selanjutnya perlu langkah konkrit yang berupa pelatihan, pembelajaran, pengkaderan, sampai penugasan, menuju kemantapan keyakinan bahwa jiwa raga ini adalah pemimpin dan pendidik. Dan yang pasti, semua jiwa akan dimintai pertanggungjawaban atas proses pelaksanaan yg telah dilakukannya sebagai pemimpin dan pendidik. Sebagaimana sabda Nabi SAW: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. (رواه البخارى) ”Kamu sekalian adalah pemimpin, maka akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan yang telah dilakukan.

Ketiga, belajar tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal batas. Belajar sepanjang hayat, long live education. Memenuhi sabda Nabi Saw, belajar semenjak ayunan hingga liang lahat. أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ Belajar semenjak dari ayunan nampaknya memang mustahil. Karena itu, ia mesti dilakukan oleh orang lain atau orang tua. Kita menjadi seperti ini, karena dulunya telah dididik dan dibelajari orang tua. Karena itu perlu memberikan tongkat estafet pendidikan pembelajaran kepada anak2 kita. Bahkan semenjak masih dalam kandungan, proses pendidikan sudah bisa dilakukan. Atau setidaknya memahami bahwa pendidikan sepanjang hayat itu harus kita lakukan, baik untuk diri pribadi maupun untuk orang lain dan generasi kita kedepannya. Sebab, bila yang terjadi sebaliknya, ketika melahirkan generasi yg bodoh, maka dosa akibat kebodohan tersebut ikut ditanggung generasi sebelumnya, khususnya orang tuanya. Sebagaimana sabda Nabi Saw: وَمَنْ تَرَكَ وَلَدَهُ جَاهِلاً كَانَ كُلُّ ذَنْبٍ عَمِلَهُ وَعَلَيْهِ. “Barangsiapa yang meninggalkan anaknya menjadi orang bodoh, maka dia akan menanggung juga dosanya dihadapan Allah”.

Keempat, menerima dan mensyukuri segala bentuk panduming Gusti atau nrimo ing pandum. Pandum yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan diterima dengan rasa syukur lapang dada. Menyadari bahwa Allah-lah yg telah mengaturnya. Ada rahasia besar yg telah Dia siapkan bagi hamba-Nya. Walaupun nampaknya terkena musibah, tapi dibalik itu ada hikmah yg luar biasa besar dibalik sengsaranya musibah. Begitupun ketika diberi pandum rezeki berlimpah, bersyukurnya lebih ditingkatkan. Amal dan ibadahnya pun juga ditingkatkan.

Kelima, optimis kepada Allah dibarengi ikhtiar dan tawakkal. Optimis bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang berimannya ma’rifatun wa tashdiwun. Allah itu tergantung pada prasangka hamba-Nya. Namun demikian, baik sangka tersebut perlu dibarengi dg usaha dan kerja keras. Usaha yg ringan, hasilnya pun sedikit. Usaha yg besar hasilnya besar pula. Tak ubahnya filosofi memancing, bila ingin mendapatkan ikan yg besar, maka umpannya pun harus besar. Setelah melakukan ikhtiar pada tempatnya, kemudian dibarengi dg tawakkal. Tawakkal itu mewakilkan atau menyerahkan. Memasrahkan sepenuhnya atas berhasil/tidaknya ikhtiar pada Yang Maha Kuasa. Sebab Allah-lah Yang Maha Mengabulkan doa-ikhtiar hamba-Nya. Manusia diwajibkan berusaha, Tuhan yang menentukan segalanya.

Dari uraian singkat di atas, harapannya, kita dimampukan memahami dan menghayati. Selanjutnya mencoba mengamalkan, walaupun dalam bentuk yang sederhana sesuai kekuatan dan kemampuan. Selanjutnya berserah sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Sebab hanya Dia-lah Yang Maha Menentukan segala sesuatu, dan Maha Mengabulkan permohonan dan ikhtiar hamba-Nya. Teriring doa, semoga ibadah kita di siang ini, maupun serangkaian usaha menyelami kedalaman syukur dengan meningkatkan iman taqwa disisi-Nya, mendapat ridha dan maghfirah Allah Swt. Serta mendapat limpahan berberan sawab dan berkah pangestu utusan-Nya. Amin.